Minggu, 20 April 2014

makalah tambang bawah tanah



BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Secara umum pengertian tambang bawah tanah adalah suatu sistim penambangan mineral atau batubara dimana seluruh aktivitas penambangan tidak berhubungan langsung dengan udara terbuka.
Pertambangan batubara dengan system tambang bawah tanah memiliki risiko keamanan yang lebih tinggi daripada batubara yang ditambang dengan sistem tambang terbuka, terutama karena masalah yang terkait dengan ventilasi tambang dan potensi runtuhnya tambang serta kebakaran dan ledakan tambang.
Ledakan tambang merupakan risiko keamanan yang sangat lazim di tambang bawah tanah. Berbagai teknik telah dikembangkan untuk menghilangkan dan/atau mengencerkan emisi metana baik sebelum dan selama pertambangan dan hal ini telah membantu mengurangi ledakan metana secara signifikan terkait dengan tambang bawah tanah.
Tambang batubara modern memiliki prosedur keamanan yang ketat. Standar kesehatan dan keselamatan pekerja serta pendidikan dan pelatihan telah membawa perbaikan yang signifikan dalam tingkat keselamatan di tambang bawah tanah.

1.2. Maksut dan Tujuan
Adapun maksut dari penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Metode Tambang Bawah Tanah dan khususnya sebagai bahan pembelajaran bagi mahasiswa Tenik Tambang semester 4 (empat).






BAB 11
PEMBAHASAN

2.1   Ventilasi Penambangan Batubara Bawah Tanah
Batubara terbentuk dari tumbuhan purba yang berubah bentuk akibat proses fisika dan kimia yang berlangsung selama jutaan tahun. Karena berasal dari material organik yaitu selulosa, sudah tentu batubara tergolong mineral organik pula. Reaksi pembentukan batubara adalah sebagai berikut:
5(C6H10O5) —> C20H22O4 + 3CH4 + 8H2O + 6CO2 + CO
C20H22O4 adalah batubara, dapat berjenis lignit, sub-bituminus, bituminus, atau antrasit, tergantung dari tingkat pembatubaraan yang dialami. Konsentrasi unsur C akan semakin tinggi seiring dengan tingkat pembatubaraan yang semakin berlanjut. Sedangkan gas-gas yang terbentuk yaitu metan, karbon dioksida serta karbon monoksida, dan gas-gas lain yang menyertainya akan masuk dan terperangkap di celah-celah batuan yang ada di sekitar lapisan batubara.
Secara teorisasi, jumlah gas metan yang terkumpul pada proses terbentuknya batubara bervolume satu ton adalah 300m3. Kondisi terperangkapnya gas ini akan terus berlangsung ketika lapisan batubara atau batuan di sekitarnya tersebut terbuka akibat pengaruh alam seperti longsoran atau karena penggalian (penambangan). 
Gas-gas yang muncul di tambang dalam (underground) terbagi menjadi gas berbahaya (hazardous gas) dan gas mudah nyala (combustible gas). Gas berbahaya adalah gas yang dapat mempengaruhi kesehatan yang dapat menyebabkan kondisi fatal pada seseorang, sedangkan gas mudah nyala adalah gas yang berpotensi menyebabkan kebakaran dan ledakan di dalam tambang.
Pada tambang dalam, gas berbahaya yang sering ditemukan adalah karbon monoksida (CO), sedangkan yang dapat muncul tapi jarang ditemui adalah hidrogen sulfida (H2S), sulfur dioksida (SO2), dan nitrogen dioksida (NO2). 
CO adalah gas tak berwarna, tak berasa, tak berbau, dan memiliki berat jenis sebesar 0,967. Pada udara biasa, konsentrasinya adalah 0 sampai dengan beberapa ppm, dan menyebar secara merata di udara. CO timbul akibat pembakaran tak sempurna, ledakan gas dan debu, swabakar, kebakaran dalam tambang, peledakan (blasting), pembakaran internal pada mesin, dll. Gas ini sangat beracun karena kekuatan ikatan CO terhadap hemoglobin adalah 240-300 kali dibandingkan ikatan oksigen dengan hemoglobin. Selain beracun, gas ini sebenarnya juga memiliki sifat meledak, dengan kadar ambang ledakan adalah 13-72%.
Untuk gas mudah nyala pada tambang batubara, sebagian besar adalah gas metan (CH4). Metan adalah gas ringan dengan berat jenis 0,558, tidak berwarna, dan tidak berbau. Gas ini muncul secara alami di tambang batubara bawah tanah sebagai akibat terbukanya lapisan batubara dan batuan di sekitarnya oleh kegiatan penambangan. Dari segi keselamatan tambang, keberadaan metan harus selalu dikontrol terkait dengan sifatnya yang dapat meledak. Gas metan dapat terbakar dan meledak ketika kadarnya di udara sekitar 5-15% dengan ledakan paling hebat pada saat konsentrasinya 9,5% pada saat terdapat sumber api yang memicunya. 
Untuk menangani permasalahan gas yang muncul di tambang dalam, perencanaan sistem ventilasi yang baik merupakan hal mutlak yang harus dilakukan. Selain untuk mengencerkan dan menghilangkan gas-gas yang muncul dari dalam tambang, tujuan lain dari ventilasi adalah untuk menyediakan udara segar yang cukup bagi para karyawan tambang, dan untuk memperbaiki kondisi lingkungan kerja  yang panas di dalam tambang akibat panas bumi, panas oksidasi, dll.
Dengan memperhatikan ketiga tujuan di atas, maka volume ventilasi (jumlah angin) yang cukup harus diperhitungkan dalam perencanaan ventilasi. Secara ideal, jumlah angin yang cukup tersebut hendaknya terbagi secara merata untuk lapangan penggalian (working face), lokasi penggalian maju (excavation), serta ruangan mesin dan listrik.
Pada sistem pernapasan manusia, oksigen dihisap dan karbon dioksida dibebaskan. Jumlah oksigen yang diperlukan akan semakin meningkat sesuai dengan aktivitas fisiknya dan dapat dihitung pula kuantitas udara segar minimum yang dibutuhkan seseorang untuk proses pernapasan berdasarkan kandungan oksigen minimum yang diperkenankan dan kandungan karbon dioksida maksimum yang masih diperbolehkan.
Perlu juga dalam hal ini didefinisikan arti angka bagi atau nisbah pernapasan (respiratori quotient) yang didefiniskan sebagai nisbah antara jumlah karbondioksida yang dihembuskan terhadap jumlah oksigen yang dihirup pada suatu proses pernapasan. Pada manusia yang bekerja keras, angka bagi pernapasan ini (respiratori quotient) sama dengan satu, yang berarti bahwa jumlah CO2 yang dihembuskan sama dengan jumlah O2 yang dihirup pada pernapasannya. Tabel berikut ini memberikan gambaran mengenai keperluan oksigen pada pernapasan pada tiga jenis kegiatan manusia secara umum.
Tabel 4.2  Kebutuhan Udara Pernapasan (Hartman, 1982)

Kegiatan kerja
Laju Pernapasan
Per menit
Udara terhirup per menit dalam in3/menit (10-4 m3/detik)
Oksigen ter konsumsi cfm (10-5 m3/detik)
Angka bagi pernapasan
(respiratori quotient)
Istirahat
12 – 18
300-800  (0,82-2,18)
0,01   (0,47)
0,75
Kerja Moderat
30
2800-3600 (7,64-9,83)
0,07   (3,3)
0,9
Kerja keras
40
6000  (16,4)
0,10   (4,7)
1,0

Ada dua cara perhitungan untuk menentukan jumlah udara yang diperlukan perorang untuk pernapasan yakni :
a.  Berdasarkan kebutuhan O2 minimum
yaitu 19,5%.Jumlah udara yang dibutuhkan = Q cfm
Pada pernapasan, jumlah oksigen akan berkurang sebanyak  0,1 cfm ; sehingga akan dihasilkan persamaan untuk jumlah oksigen sebagai berikut;
0,21 Q  -  0,1  =  0,195 Q

Kandungan Oksigen) – (Jumlah Oksigen pada pernapasan) = (Kandungan Oksigen minimum untuk udara pernapasan ).
Q  =  (0,1/ (0,21 – 0,195))  =  6,7 cfm (=3,2 x 10-3 m3/detik)
b.    Berdasarkan kandungan CO2 maksimum
yaitu 0,5% Dengan harga angka bagi pernapasan = 1,0 ; maka jumlah CO2 pada pernapasan AKAN bertambah sebanyak 1,0 x 0,1 = 0,1 cfm.
Dengan demikian akan didapat persamaan :
0,0003 Q +  0,1   =   0,005 Q
Kandungan  CO2   dalam udara  = (Kandungan CO2  maksimum dalam udara normal)    –  (Jumlah CO2 hasil pernapasan)
Q = (0,1/(0,005 – 0,0003)) = 21,3 cfm  (= 0,01 m3/detik)
Dari kedua cara perhitungan tadi, yaitu atas kandungan oksigen minimum 19,5% dalam udara pernapasan dan kandungan maksimum karbon dioksida sebesar 0,5% dalam udara untuk pernapasan, diperoleh angka kebutuhan udara segar bagi pernapasan seseorang sebesar 6,7 cfm dan 21,3 cfm. Dalam hal ini tentunya angka 21,3 cfm yang digunakan sebagai angka kebutuhan seseorang untuk pernapasan. Dalam merancang kebutuhan udara untuk ventilasi tambang digunakan angka kurang lebih sepuluh kali lebih besar, yaitu 200 cfm per orang  (= 0,1 m3/detik per orang).

2.2.  Pengukuran Ventilasi
Pengukuran ventilasi dilakukan untuk memeriksa apakah pada setiap lokasi pada tambang bawah tanah telah dilakukan ventilasi udara yang cukup sehingga dapat diketahui kesalahan ventilasi atau untuk mendapatkan bahan yang diperlukan untuk perencanaan ventilasi atau perbaikan ventilasi. Hal yang harus diukur tersebut antara lain temperatur udara, kelembapan, tekanan udara, kecepatan udara, jumlah udara, penurunan tekanan, tekanan kipas angin, kadar gas dan jumlah debu.

2.3.  Pengukuran Kuantitas Udara
Kuantitas udara adalah jumlah udara yang melalui ruang dengan kecepatan dan luas tertentu diukur setiap satuan waktu. Sedangkan kuantitas udara tambang yang dimaksud adalah jumlah udara masuk ke dalam tambang dalam waktu tertentu. Kuantitas udara yang melalui jalur udara tidak ditentukan secara langsung, melainkan berdasarkan pengukuran kecepatan aliran udara dan luas penampang jalur udara tambang. Tujuan dari perhitungan kuantitas udara tambang ini adalah untuk mengetahui besarnya kebutuhan udara dan pembagiannya ke setiap jalur yang membutuhkan di dalam tambang. Setelah diketahui kecepatan aliran udara dan luas penampang jalur udara pada titik pengukuran, maka kuantitas aliran udara dapat dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :
  Q = V x A
dimana :
Q = Kuantitas aliran udara, m3 / detik
V = Kecepatan aliran udara, m / detik
A = Luas penampang jalur udara, m2
Untuk menentukan jumlah udara minimum yang dibutuhkan ditempat kerja pada suatu tambang bawah tanah didasarkan :
a.  Kebutuhan pernapasan setiap orang sebesar 0,01 m3 / detik. Jumlah udara minimum yang diperkenankan untuk tambang mengandung gas-gas berbahaya sebesar 0,1 m3/detik perorang.
b. Kecepatan udara minimum untuk mengendalikan kualitas udara 0,3 m / detik. Pada tambang yang banyak mengeluarkan gas-gas berbahaya kecepatan minimum pada permuka kerja 0,76-1,52 m / detik.
c. Kecepatan udara minimum untuk mengendalikan temperatur efektif dan kelembaban sebesar 0,5 – 2,5 m / detik.
d. Kecepatan udara minimum pada front kerja pembuatan lubang bukaan 0,3 m/ detik.
e.  Kebutuhan udara untuk melarutkan atau pengenceran gas dan debu dalam tambang.

2.4.  Pengukuran Kecepatan Aliran Udara
Kecepatan aliran udara didalam tambang merupakan salah satu parameter dalam perhitungan kuantitas udara. Dalam pengukuran ini menggunakan anemometer yang merupakan salah satu alat untuk pengukuran kecepatan aliran udara dalam sistem ventilasi tambang. Untuk mengukur kecepatan aliran udara dalam tambang teknik pengukuran  menggunakan metode Continuous traversing.
Metode ini merupakan metode yang paling umum digunakan untuk mengukur kecepatan aliran udara. Pengukuran dilakukan secara konsisten pada arah horisontal atau vertikal dari atas atau bawah pada ujung yang satu ke ujung yang lain pada penampang lubang bukaan dengan jalur yang teratur sehingga seluruh penampang lubang bukaan terukur.

2.5.  Pengukuran Luas Penampang jalur udara, Temperatur dan Tekanan Udara

Selain mengukur kecepatan udara untuk menentukan kuantitas aliran udara dilakukan pengukuran terhadap luas penampang jalur udara pada setiap titik pengukuran menggunakan roll meter. Pengukuran luas penampang jalur udara ini meliputi pengukuran terhadap luas lubang bukaan, luas parit, dan luas pipa.
Temperatur udara diukur menggunakan sling psychrometer (lihat Gambar 4.14). Pada alat tersebut terdapat dua buah termometer dalam skala derajat celcius yang diletakkan berdampingan pada bingkai kayu. Fungsinya untuk mengukur temperatur cembung kering (dry bulb temperature) yang menunjukkan panas sebenarnya dan temperatur cembung basah (wet bulb temperature) yang menunjukkan temperatur pada saat terjadinya penguapan air. Pengukuran temperatur dilakukan pada stasiun yang sama pada saat pengukuran kecepatan aliran udara.
Pengukuran tekanan udara menggunakan barometer bertujuan untuk mengetahui perbedaan tekanan udara pada setiap titik pengukuran. Dengan diketahuinya perbedaan tekanan udara, maka dapat diperkirakan arah pergerakan udara. Dimana udara akan selalu bergerak dari tempat yang bertekanan tinggi ke tempat yang bertekanan lebih rendah.

2.6. Pengontrolan Ventilasi
Agar pengaturan udara berjalan efektif, maka diperlukan berbagai peralatan atau fasilitas pengontrol pada jalur udara tambang. Penggunaan dan penempatan fasilitas pengontrol tersebut harus dapat memungkinkan aliran udara terdistribusi secara proporsional ke berbagai lokasi yang dikehendaki. Adapun alat-alat pengontrol udara ventilasi tersebut antara lain :

1.    Penutup (Stopping)
Stopping dipasang pada jalur udara tambang untuk menutup atau mencegah aliran udara. Stopping dibedakan dalam dua macam yaitu : temporary stopping dan permanent stopping. Temporary stopping biasanya terbuat dari papan/playwood, plastic dan bahan-bahan lain yang kedap udara, temporary stopping dipasang pada tempat-tempat kerja yang aktif dan cepat berubah, sehingga harus mudah dibongkar-bongkar. Permanen stopping biasanya terbuat dari plat besi, batubata, beton dan lain-lain. Karena penggunaannya untuk menutup jalan udara dalam waktu yang tidak terbatas, maka harus dibuat kedap udara dan tidak mudah retak. Permanen stopping ini banyak digunakan untuk menutup daerah yang sudah selesai ditambang dan atau daerah bekas kebakaran.
2.  Pintu Angin (Doors)
Pintu angin sangat penting untuk menghentikan aliran udara, pintu angin biasanya dibuat dari bahan-bahan kedap udara yang kuat dapat digerakkan (buka/tutup), agar dapat dilalui orang atau peralatan. Pintu angin ada yang tahan api dan dapat menutup secara otomatis bila terjadi kebakaran atau peledakan. Disamping itu untuk menyetop udara juga dapat digunakan sebagai pengatur/regulator bila dibutuhkan.



3.    Regulator (Pintu Pengatur)
Untuk mengatur kuantitas udara yang mengalir maka diperlukan “regulator” guna membagi kuantitas udara, sehingga masing-masing segmen jalan udara tercukupi kebutuhan udaranya. Regulator adalah alat untuk mengatur besar kecilnya aliran udara yang akan melalui jalan itu. Biasanya regulator dipasang pada pintu sehingga merupakan jendela dengan penutup yang dapat digerakkan ke kanan dan ke kiri (menutup/membuka), ukurannya bervariasi sesuai dengan kebutuhannya. Regulator ini merupakan alat untuk menghasilkan tahanan buatan yang bertujuan untuk memperoleh kuantitas udara yang diinginkan agar jalan udara atau permuka kerja tercukupi kebutuhan udaranya.
4.    Jembatan udara (Overcast atau Crossing)
Jembatan udara adalah alat untuk menghindari pencampuran dua aliran udara yang bertemu pada suatu perempatan, dimana salah satu aliran udaranya dialihkan / dilewatkan melalui jembatan udara. Jembatan udara dipasang di lorong perempatan antara terowongan intake dan terowongan exhaust.
2.7.  Dasar – Dasar Perhitungan Jaringan Ventilasi

Prinsip perhitungan jaringan ventilasi pada dasarnya merupakan pemahaman dari teori  pengaliran udara, sehingga diperlukan dasar-dasar pengetahuan tentang mekanika fluida. Salah satu tujuan dari perhitungan ventilasi tambang adalah penentuan kuantitas udara dan rugi-rugi (kehilangan energi), yang keduanya dihitung berdasarkan perbedaan energi.
Proses pengaliran udara pada ventilasi tambang diasumsikan sebagai proses aliran tetap (steady flow process). Dalam suatu aliran tetap berlaku hukum kekekalan energi, yang menyatakan bahwa energi total di dalam suatu sistem adalah tetap, walaupun energi tersebut dapat diubah dari satu bentuk ke bentuk lainnya. Perhatikan


















BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Tambang Bawah Tanah berbeda dengan Tambang Terbuka yang lebih terfokus pada manajemen mobilisasi alat berat, tambang dalam jauh lebih banyak memerlukan perhitungan baik dari segi perencanaan penambangan maupun keselamatan, karena kondisi kerjanya yang lebih ekstrim. Sehingga sangatlah tidak masuk akal apabila operasional tambang bawah tanah sampai dilakukan oleh pihak – pihak yang tidak berkompeten, dalam hal ini adalah pelaku tambang rakyat ilegal.
Oleh karena itu, sudah seharusnya instansi yang berwenang benar – benar memahami karakteristik metode penambangan bawah tanah ini, sehingga tindakan antisipatif dapat dilakukan untuk mencegah timbulnya bencana di tambang dalam.
Kemudian yang jauh lebih penting lagi adalah aparat harus berani melarang kegiatan penambangan tanpa ijin (PETI) karena terbukti lebih banyak menimbulkan kerugian bagi banyak pihak, disamping aktivitas itu sendiri sudah jelas–jelas melanggar hukum.

3.2. Saran
Tambang Bawah Tanah merupakan teknik penambangan yang dilakukan untuk endapan bijih yang keberadaanya jauh di dalam tanah yaitu yang kegiatanya tidak berhubungan langsung dengan udara bebas jadi diharapkan mahasiswa pertambangan mampu memahami ilmu tentang Metode Tambang Bawah Tanah








DAFTAR PUSTAKA

http://jordanmalindo-penambangan.blogspot.com/2012/12/tambang-batubara-bawah-tanah.htmlSelasa, 11 Desember 2012 Tambang Batubara Bawah Tanah

http://fileq.wordpress.com/tag/tambang-bawah-tanah/Ventilasi Tambang Posted by Risejet kimbal Sunday, 16 June 2013
http://stenlyroy.blogspot.com/p/tambang-bawah-tanah-mengacu-pada-metode.html bersama kita bangun Indonesia di sektor PERTAMBANGAN

Tidak ada komentar:

Posting Komentar