BAB
I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Secara umum pengertian tambang bawah
tanah adalah suatu sistim penambangan mineral atau batubara dimana seluruh
aktivitas penambangan tidak berhubungan langsung dengan udara terbuka.
Pertambangan
batubara dengan system tambang bawah tanah memiliki risiko keamanan yang lebih
tinggi daripada batubara yang ditambang dengan sistem tambang terbuka, terutama
karena masalah yang terkait dengan ventilasi tambang dan potensi runtuhnya
tambang serta kebakaran dan ledakan tambang.
Ledakan
tambang merupakan risiko keamanan yang sangat lazim di tambang bawah tanah.
Berbagai teknik telah dikembangkan untuk menghilangkan dan/atau mengencerkan
emisi metana baik sebelum dan selama pertambangan dan hal ini telah membantu mengurangi
ledakan metana secara signifikan terkait dengan tambang bawah tanah.
Tambang
batubara modern memiliki prosedur keamanan yang ketat. Standar kesehatan dan
keselamatan pekerja serta pendidikan dan pelatihan telah membawa perbaikan yang
signifikan dalam tingkat keselamatan di tambang bawah tanah.
1.2.
Maksut dan Tujuan
Adapun
maksut dari penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah
Metode Tambang Bawah Tanah dan khususnya sebagai bahan pembelajaran bagi
mahasiswa Tenik Tambang semester 4 (empat).
BAB
11
PEMBAHASAN
2.1 Ventilasi
Penambangan Batubara Bawah Tanah
Batubara
terbentuk dari tumbuhan purba yang berubah bentuk akibat proses fisika dan
kimia yang berlangsung selama jutaan tahun. Karena berasal dari material
organik yaitu selulosa, sudah tentu batubara tergolong mineral organik pula.
Reaksi pembentukan batubara adalah sebagai berikut:
5(C6H10O5)
—> C20H22O4 + 3CH4 +
8H2O + 6CO2 + CO
C20H22O4 adalah
batubara, dapat berjenis lignit, sub-bituminus, bituminus, atau antrasit,
tergantung dari tingkat pembatubaraan yang dialami. Konsentrasi unsur C akan
semakin tinggi seiring dengan tingkat pembatubaraan yang semakin berlanjut.
Sedangkan gas-gas yang terbentuk yaitu metan, karbon
dioksida serta karbon monoksida, dan gas-gas lain yang menyertainya
akan masuk dan terperangkap di celah-celah batuan yang ada di sekitar lapisan
batubara.
Secara
teorisasi, jumlah gas metan yang terkumpul pada proses terbentuknya batubara
bervolume satu ton adalah 300m3. Kondisi terperangkapnya gas ini
akan terus berlangsung ketika lapisan batubara atau batuan di sekitarnya
tersebut terbuka akibat pengaruh alam seperti longsoran atau karena penggalian
(penambangan).
Gas-gas
yang muncul di tambang dalam (underground) terbagi menjadi gas berbahaya
(hazardous gas) dan gas mudah nyala (combustible gas). Gas
berbahaya adalah gas yang dapat mempengaruhi kesehatan yang dapat menyebabkan
kondisi fatal pada seseorang, sedangkan gas mudah nyala adalah gas yang
berpotensi menyebabkan kebakaran dan ledakan di dalam tambang.
Pada
tambang dalam, gas berbahaya yang sering ditemukan adalah karbon monoksida
(CO), sedangkan yang dapat muncul tapi jarang ditemui adalah hidrogen sulfida
(H2S), sulfur dioksida (SO2), dan nitrogen dioksida (NO2).
CO
adalah gas tak berwarna, tak berasa, tak berbau, dan memiliki berat jenis
sebesar 0,967. Pada udara biasa, konsentrasinya adalah 0 sampai dengan beberapa
ppm, dan menyebar secara merata di udara. CO timbul akibat pembakaran tak
sempurna, ledakan gas dan debu, swabakar, kebakaran dalam tambang, peledakan (blasting),
pembakaran internal pada mesin, dll. Gas ini sangat beracun karena kekuatan
ikatan CO terhadap hemoglobin adalah 240-300 kali dibandingkan ikatan oksigen
dengan hemoglobin. Selain beracun, gas ini sebenarnya juga memiliki sifat
meledak, dengan kadar ambang ledakan adalah 13-72%.
Untuk
gas mudah nyala pada tambang batubara, sebagian besar adalah gas metan (CH4).
Metan adalah gas ringan dengan berat jenis 0,558, tidak berwarna, dan tidak
berbau. Gas ini muncul secara alami di tambang batubara bawah tanah sebagai
akibat terbukanya lapisan batubara dan batuan di sekitarnya oleh kegiatan
penambangan. Dari segi keselamatan tambang, keberadaan metan harus selalu
dikontrol terkait dengan sifatnya yang dapat meledak. Gas metan dapat terbakar
dan meledak ketika kadarnya di udara sekitar 5-15% dengan ledakan paling hebat
pada saat konsentrasinya 9,5% pada saat terdapat sumber api yang
memicunya.
Untuk
menangani permasalahan gas yang muncul di tambang dalam, perencanaan sistem ventilasi
yang baik merupakan hal mutlak yang harus dilakukan. Selain untuk mengencerkan
dan menghilangkan gas-gas yang muncul dari dalam tambang, tujuan lain dari
ventilasi adalah untuk menyediakan udara segar yang cukup bagi para karyawan
tambang, dan untuk memperbaiki kondisi lingkungan kerja yang panas di
dalam tambang akibat panas bumi, panas oksidasi, dll.
Dengan
memperhatikan ketiga tujuan di atas, maka volume ventilasi (jumlah angin) yang
cukup harus diperhitungkan dalam perencanaan ventilasi. Secara ideal, jumlah
angin yang cukup tersebut hendaknya terbagi secara merata untuk lapangan
penggalian (working face), lokasi penggalian maju (excavation),
serta ruangan mesin dan listrik.
Pada sistem pernapasan manusia, oksigen
dihisap dan karbon dioksida dibebaskan. Jumlah oksigen yang diperlukan akan
semakin meningkat sesuai dengan aktivitas fisiknya dan dapat dihitung pula
kuantitas udara segar minimum yang dibutuhkan seseorang untuk proses pernapasan
berdasarkan kandungan oksigen minimum yang diperkenankan dan kandungan karbon
dioksida maksimum yang masih diperbolehkan.
Perlu juga dalam hal ini didefinisikan
arti angka bagi atau nisbah pernapasan (respiratori quotient) yang
didefiniskan sebagai nisbah antara jumlah karbondioksida yang dihembuskan
terhadap jumlah oksigen yang dihirup pada suatu proses pernapasan. Pada manusia
yang bekerja keras, angka bagi pernapasan ini (respiratori quotient)
sama dengan satu, yang berarti bahwa jumlah CO2 yang dihembuskan
sama dengan jumlah O2 yang dihirup pada pernapasannya. Tabel berikut ini memberikan
gambaran mengenai keperluan oksigen pada pernapasan pada tiga jenis kegiatan
manusia secara umum.
Tabel 4.2
Kebutuhan Udara Pernapasan (Hartman, 1982)
Kegiatan
kerja
|
Laju
Pernapasan
Per
menit
|
Udara terhirup per menit dalam in3/menit
(10-4 m3/detik)
|
Oksigen ter konsumsi cfm (10-5
m3/detik)
|
Angka bagi pernapasan
(respiratori quotient)
|
Istirahat
|
12
– 18
|
300-800
(0,82-2,18)
|
0,01
(0,47)
|
0,75
|
Kerja Moderat
|
30
|
2800-3600
(7,64-9,83)
|
0,07
(3,3)
|
0,9
|
Kerja keras
|
40
|
6000
(16,4)
|
0,10
(4,7)
|
1,0
|
Ada dua
cara perhitungan untuk menentukan jumlah udara yang diperlukan perorang untuk
pernapasan yakni :
a. Berdasarkan
kebutuhan O2 minimum
yaitu
19,5%.Jumlah udara yang dibutuhkan = Q cfm
Pada pernapasan, jumlah oksigen akan berkurang
sebanyak 0,1 cfm ; sehingga akan dihasilkan persamaan untuk jumlah
oksigen sebagai berikut;
0,21 Q - 0,1
= 0,195 Q
|
Kandungan Oksigen) – (Jumlah Oksigen pada pernapasan) =
(Kandungan Oksigen minimum untuk udara pernapasan ).
Q = (0,1/ (0,21 –
0,195)) = 6,7 cfm (=3,2 x 10-3 m3/detik)
|
b.
Berdasarkan
kandungan CO2 maksimum
yaitu 0,5% Dengan
harga angka bagi pernapasan = 1,0 ; maka jumlah CO2 pada pernapasan AKAN
bertambah sebanyak 1,0 x 0,1 = 0,1 cfm.
Dengan demikian akan didapat persamaan
:
0,0003 Q + 0,1 = 0,005 Q
|
Kandungan CO2
dalam udara = (Kandungan CO2 maksimum dalam udara
normal) – (Jumlah CO2 hasil pernapasan)
Q = (0,1/(0,005 – 0,0003)) = 21,3
cfm (= 0,01 m3/detik)
|
Dari kedua cara perhitungan tadi, yaitu atas kandungan
oksigen minimum 19,5% dalam udara pernapasan dan kandungan maksimum karbon
dioksida sebesar 0,5% dalam udara untuk pernapasan, diperoleh angka kebutuhan
udara segar bagi pernapasan seseorang sebesar 6,7 cfm dan 21,3 cfm. Dalam hal
ini tentunya angka 21,3 cfm yang digunakan sebagai angka kebutuhan seseorang
untuk pernapasan. Dalam merancang kebutuhan udara untuk ventilasi tambang
digunakan angka kurang lebih sepuluh kali lebih besar, yaitu 200 cfm per orang
(= 0,1 m3/detik per orang).
2.2. Pengukuran
Ventilasi
Pengukuran ventilasi dilakukan untuk
memeriksa apakah pada setiap lokasi pada tambang bawah tanah telah dilakukan
ventilasi udara yang cukup sehingga dapat diketahui kesalahan ventilasi atau
untuk mendapatkan bahan yang diperlukan untuk perencanaan ventilasi atau
perbaikan ventilasi. Hal yang harus diukur tersebut antara lain temperatur
udara, kelembapan, tekanan udara, kecepatan udara, jumlah udara, penurunan
tekanan, tekanan kipas angin, kadar gas dan jumlah debu.
2.3. Pengukuran
Kuantitas Udara
Kuantitas udara adalah jumlah udara
yang melalui ruang dengan kecepatan dan luas tertentu diukur setiap satuan
waktu. Sedangkan kuantitas udara tambang yang dimaksud adalah jumlah udara
masuk ke dalam tambang dalam waktu tertentu. Kuantitas udara yang
melalui jalur udara tidak ditentukan secara langsung, melainkan berdasarkan
pengukuran kecepatan aliran udara dan luas penampang jalur udara tambang.
Tujuan dari perhitungan kuantitas udara tambang ini adalah untuk mengetahui
besarnya kebutuhan udara dan pembagiannya ke setiap jalur yang membutuhkan di
dalam tambang. Setelah diketahui kecepatan aliran udara dan luas penampang
jalur udara pada titik pengukuran, maka kuantitas aliran udara dapat dihitung
dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :
Q = V x A
dimana :
Q = Kuantitas aliran udara, m3 / detik
V = Kecepatan aliran udara, m / detik
A = Luas penampang jalur udara, m2
|
Untuk menentukan
jumlah udara minimum yang dibutuhkan ditempat kerja pada suatu tambang bawah
tanah didasarkan :
a. Kebutuhan
pernapasan setiap orang sebesar 0,01 m3 / detik. Jumlah udara
minimum yang diperkenankan untuk tambang mengandung gas-gas berbahaya sebesar
0,1 m3/detik perorang.
b. Kecepatan udara minimum untuk mengendalikan kualitas
udara 0,3 m / detik. Pada tambang yang banyak mengeluarkan gas-gas
berbahaya kecepatan minimum pada permuka kerja 0,76-1,52 m / detik.
c. Kecepatan udara minimum untuk mengendalikan temperatur
efektif dan kelembaban sebesar 0,5 – 2,5 m / detik.
d. Kecepatan udara minimum pada front kerja pembuatan
lubang bukaan 0,3 m/ detik.
e. Kebutuhan udara
untuk melarutkan atau pengenceran gas dan debu dalam tambang.
2.4. Pengukuran Kecepatan Aliran Udara
Kecepatan
aliran udara didalam tambang merupakan salah satu parameter dalam perhitungan
kuantitas udara. Dalam pengukuran ini menggunakan anemometer yang
merupakan salah satu alat untuk pengukuran kecepatan aliran udara dalam sistem
ventilasi tambang. Untuk mengukur kecepatan aliran udara dalam tambang teknik
pengukuran menggunakan metode Continuous traversing.
Metode ini
merupakan metode yang paling umum digunakan untuk mengukur kecepatan aliran
udara. Pengukuran dilakukan secara konsisten pada arah horisontal atau vertikal
dari atas atau bawah pada ujung yang satu ke ujung yang lain pada penampang
lubang bukaan dengan jalur yang teratur sehingga seluruh penampang lubang
bukaan terukur.
2.5. Pengukuran Luas Penampang jalur
udara, Temperatur dan Tekanan Udara
Selain mengukur
kecepatan udara untuk menentukan kuantitas aliran udara dilakukan pengukuran
terhadap luas penampang jalur udara pada setiap titik pengukuran menggunakan
roll meter. Pengukuran luas penampang jalur udara ini meliputi pengukuran
terhadap luas lubang bukaan, luas parit, dan luas pipa.
Temperatur udara diukur menggunakan
sling psychrometer (lihat Gambar 4.14). Pada alat tersebut terdapat dua buah termometer dalam
skala derajat celcius yang
diletakkan berdampingan pada bingkai kayu. Fungsinya untuk mengukur temperatur
cembung kering (dry bulb temperature) yang menunjukkan panas sebenarnya
dan temperatur cembung basah (wet bulb temperature) yang menunjukkan
temperatur pada saat terjadinya penguapan air. Pengukuran
temperatur dilakukan pada stasiun yang sama pada saat pengukuran kecepatan
aliran udara.
Pengukuran
tekanan udara menggunakan barometer bertujuan untuk mengetahui perbedaan tekanan
udara pada setiap titik pengukuran. Dengan diketahuinya perbedaan tekanan
udara, maka dapat diperkirakan arah pergerakan udara. Dimana udara akan selalu
bergerak dari tempat yang bertekanan tinggi ke tempat yang bertekanan lebih
rendah.
2.6. Pengontrolan Ventilasi
Agar pengaturan udara berjalan efektif,
maka diperlukan berbagai peralatan atau fasilitas pengontrol
pada jalur udara tambang. Penggunaan dan penempatan fasilitas pengontrol
tersebut harus dapat memungkinkan aliran udara terdistribusi secara
proporsional ke berbagai lokasi yang dikehendaki. Adapun
alat-alat pengontrol udara ventilasi tersebut antara lain :
1. Penutup (Stopping)
Stopping dipasang pada jalur udara tambang untuk menutup
atau mencegah aliran udara. Stopping dibedakan dalam dua macam yaitu :
temporary stopping dan permanent stopping. Temporary stopping biasanya terbuat
dari papan/playwood, plastic dan bahan-bahan lain yang kedap udara, temporary
stopping dipasang pada tempat-tempat kerja yang aktif dan cepat berubah,
sehingga harus mudah dibongkar-bongkar. Permanen stopping biasanya terbuat dari
plat besi, batubata, beton dan lain-lain. Karena penggunaannya untuk menutup
jalan udara dalam waktu yang tidak terbatas, maka harus dibuat kedap udara dan
tidak mudah retak. Permanen stopping ini banyak digunakan untuk menutup daerah
yang sudah selesai ditambang dan atau daerah bekas kebakaran.
2. Pintu Angin (Doors)
Pintu angin sangat penting untuk menghentikan aliran
udara, pintu angin biasanya dibuat dari bahan-bahan kedap udara yang kuat dapat
digerakkan (buka/tutup), agar dapat dilalui orang atau peralatan. Pintu angin
ada yang tahan api dan dapat menutup secara otomatis bila terjadi kebakaran
atau peledakan. Disamping itu untuk menyetop udara juga dapat digunakan sebagai
pengatur/regulator bila dibutuhkan.
3.
Regulator
(Pintu Pengatur)
Untuk mengatur kuantitas udara yang mengalir maka
diperlukan “regulator” guna membagi kuantitas udara, sehingga masing-masing
segmen jalan udara tercukupi kebutuhan udaranya. Regulator adalah alat untuk
mengatur besar kecilnya aliran udara yang akan melalui jalan itu. Biasanya
regulator dipasang pada pintu sehingga merupakan jendela dengan penutup yang
dapat digerakkan ke kanan dan ke kiri (menutup/membuka), ukurannya
bervariasi sesuai dengan kebutuhannya. Regulator ini merupakan alat untuk
menghasilkan tahanan buatan yang bertujuan untuk memperoleh kuantitas udara
yang diinginkan agar jalan udara atau permuka kerja tercukupi kebutuhan
udaranya.
4. Jembatan udara (Overcast atau Crossing)
Jembatan
udara adalah alat untuk menghindari pencampuran dua aliran udara yang bertemu
pada suatu perempatan, dimana salah satu aliran udaranya dialihkan / dilewatkan
melalui jembatan udara. Jembatan udara dipasang di lorong
perempatan antara terowongan intake dan terowongan exhaust.
2.7. Dasar – Dasar Perhitungan Jaringan Ventilasi
Prinsip
perhitungan jaringan ventilasi pada dasarnya merupakan pemahaman dari
teori pengaliran udara, sehingga diperlukan dasar-dasar pengetahuan
tentang mekanika fluida. Salah satu tujuan dari perhitungan ventilasi tambang
adalah penentuan kuantitas udara dan rugi-rugi (kehilangan energi), yang
keduanya dihitung berdasarkan perbedaan energi.
Proses
pengaliran udara pada ventilasi tambang diasumsikan sebagai proses aliran tetap
(steady flow process). Dalam suatu aliran tetap berlaku hukum
kekekalan energi, yang menyatakan bahwa energi total di dalam suatu sistem
adalah tetap, walaupun energi tersebut dapat diubah dari satu bentuk ke bentuk
lainnya. Perhatikan
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Tambang Bawah Tanah berbeda dengan
Tambang Terbuka yang lebih terfokus pada manajemen mobilisasi alat berat,
tambang dalam jauh lebih banyak memerlukan perhitungan baik dari segi
perencanaan penambangan maupun keselamatan, karena kondisi kerjanya yang lebih
ekstrim. Sehingga sangatlah tidak masuk akal apabila operasional tambang bawah
tanah sampai dilakukan oleh pihak – pihak yang tidak berkompeten, dalam hal ini
adalah pelaku tambang rakyat ilegal.
Oleh karena itu, sudah seharusnya
instansi yang berwenang benar – benar memahami karakteristik metode penambangan
bawah tanah ini, sehingga tindakan antisipatif dapat dilakukan untuk mencegah
timbulnya bencana di tambang dalam.
Kemudian yang jauh lebih penting
lagi adalah aparat harus berani melarang kegiatan penambangan tanpa ijin (PETI)
karena terbukti lebih banyak menimbulkan kerugian bagi banyak pihak, disamping
aktivitas itu sendiri sudah jelas–jelas melanggar hukum.
3.2. Saran
Tambang Bawah Tanah merupakan teknik
penambangan yang dilakukan untuk endapan bijih yang keberadaanya jauh di dalam
tanah yaitu yang kegiatanya tidak berhubungan langsung dengan udara bebas jadi
diharapkan mahasiswa pertambangan mampu memahami ilmu tentang Metode Tambang
Bawah Tanah
DAFTAR PUSTAKA
http://jordanmalindo-penambangan.blogspot.com/2012/12/tambang-batubara-bawah-tanah.htmlSelasa, 11 Desember 2012 Tambang Batubara Bawah Tanah
http://fileq.wordpress.com/tag/tambang-bawah-tanah/Ventilasi Tambang Posted
by Risejet kimbal Sunday, 16 June 2013
http://stenlyroy.blogspot.com/p/tambang-bawah-tanah-mengacu-pada-metode.html bersama
kita bangun Indonesia di sektor PERTAMBANGAN